KERUSAKAN LAHAN UNTUK PRODUKSI BIOMASSA DI KABUPATEN LOMBOK BARAT

Authors

  • Bustan Bustan Fakultas Pertanian Universitas Mataram
  • M Dahlan Fakultas Pertanian Universitas Mataram
  • Joko Priyono Fakultas Pertanian Universitas Mataram

DOI:

https://doi.org/10.29303/jstl.v1i1.5

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui kondisi (tingkat kerusakan) lahan di Lombok Barat saat ini, khususnya yang berkaitan dengan kemampuan lahan memproduksi biomasa, Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode survai. Pekerjaan itu diawali dengan pembuatan peta dasar (skala 1:50.000) menggunakan citra satelit Alos Avnir-2, sebagai peta sementara; kemudian dioverlay dengan peta topografi dan landuse. Selanjutnya, dilakukan penentuan titik sample (sampling site), pengecekan kondisi lahan riil kelapang, dan pengambilan  sample. Peta dasar dikoreksi berdasarkan hasil pengamatan lapang, dan selanjutnya dibuat peta sebaran lahan berdasarkan tingkat produktivitasnya sebagai penghasil biomassa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa luas penghasil biomassa, selain kawasan hutan konservasi, pemukiman, dan tubuh air di Kabupaten Lombok Barat adalah 96,050.43 ha atau 91.13 % dari luas wilayah secara keseluruhan 105392.00 Ha. Secara keseluruhan, tingkat kerusakan lahan berdasarkan produksi biomassa di Kab. Lombok Barat  yang tergolong sangat baik dan baik (produktif) sebagai penghasil biomasa adalah 57,236 ha (54 %), tingkat kerusakan lahan yang tergolong sedang dan buruk adalah 47,594 ha (45 %), dan tingkat kerusakan lahan yang tergolong sangat buruk (tidak produktif sebagai penghasil biomasa) hanya seluas 561.21 ha (±1 %).  Persentase tutupan lahan oleh vegetasi dan kemiringan lereng merupakan faktor pembatas umum kekritisan lahan di kawasan lindung/hutan; sedangkan pada lahan usahatani, faktor pembatas utama berkaitan dengan keterbatasan sumberdaya air untuk usahatani.Kata Kunci : Kerusakan Lahan, Biomassa

References

Anonim (2005). PP. N0.150 Thn.2000. Tentang Pengendalian Kerusakan Tanah Untuk Produksi Biomassa. Kementerian Negara Lingkungan Hidup.

Anonim (2006). Permeneg LH No.07 Tahun 2006. Tentang Tata Cara Pengukuran Kriteria Baku Kerusakan Tanah Untuk Produksi Biomassa. Kementerian Negara Lingkungan Hidup.

Anonim (2008). Permeneg LH No. 19 Tahun 2008. Tentang Standar Peleayanan Minimal Bidang Lingkungan Hidup Daerah Provinsi dan Kementerian daerah Kabupaten/Kota.

Anonim (2008). Permeneg LH No. 20 Tahun 2008. Tentang Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Minimal Bidang Lingkungan Hidup Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota.

Direktorat Jendral Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan (1998). Pedoman Penyusunan Perencanaan Teknik Lapangan Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Daerah Aliran Sungai. Jakarta 129hal.

FAO (1977). A framework for land evaluation. ILI Wageningen 87 hal.

FAO (1984). Land resources evaluation with emphasis on the outher islands. Indonesia Terminal Report UNDP-FAO. Rome 55 hal.

Lu, D, P. Mausel at all, Change Detection Techniques, International J. Remote Sensing, Jun 2004, Vol 25, No 12, P.2365 -2407.

Pieri, CH., J. Dumanski, A. Hamblin, dan A. Young (1995). Land quality indicators. World Bank Discussion Paper. The World Bank Washington DC. 63 hal.

Sitanggang, G. 2007. Sistem Pengindraan Jauh Satelit ALOS dan Analisis Pemanfaatan Data. Majalah sains dan Teknologi Dirgantara Vol.2.No.2.

Sitorus, S.R.P. (1985). Evaluasi sumberdaya lahan. Penerbit Transito Bandung.

Sitorus, Jansen dkk, 2006. Kajian Model Deteksi Perubahan Penutup Lahan Menggunakan Data Inderaja Untuk Aplikasi Perubahan Lahan Sawah. Bidang Pengembangan Pemanfaatan Inderaja Pusbangja Lapan.

Suwardji dan Tejowulan (2003). Lahan kritis dan lingkungan hidup. Makalah Seminar Nasional Lahan Kritis di Universitas Muhammadiyah Mataram. 10 hal.

Watson, R.T. (2000). Land Use, Land-Use Change, and Forestry. Cambridge University Press. 377 hal.

Downloads

Published

2015-06-15